I. PENDAHULUAN
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan dalam rangka melaksanakan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan, agar dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada hakekatnya ingin merubah perilaku, intelektual dan moral maupun sosial agar bisa mandiri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru melalui proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru, meliputi: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang menonjol, yakni: metode mengajar dan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran. Media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang harus direncanakan dan diatur oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
Peran media pembelajaran dalam metodologi pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan harapan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sebagai alat bantu pembelajaran, media bisa berperan untuk menunjang penggunaan metode pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru agar penyampaian bahan belajar bisa lebih efektif dan efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi pada kegiatan pembelajaran. Selain menggunakan alat bantu yang murah dan sederhana, guru dituntut untuk mampu menggunakan berbagai media pembelajaran yang canggih dan modern sebagai hasil inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Disamping mampu menggunakan alat-alat bantu pembelajaran yang tersedia di sekolah, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan dalam membuat media pembelajaran yang murah dan sederhana apabila media tersebut belum tersedia di sekolahnya. Untuk itu, menurut Hamalik (1994:6), seorang guru yang professional perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media pembelajaran, yang meliputi:
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses pembelajaran.
2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
3. Seluk beluk kegiatan proses pembelajaran.
4. Hubungan antara metode pembelajaran dengan media pembelajaran.
5. Manfaat media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran.
6. Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran.
7. Berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran.
8. Media pembelajaran dalam setiap karakteristik bahan pembelajaran.
9. Usaha inovasi dalam media pembelajaran.
Dalam upaya peningkatan peran guru yang professional, seorang guru perlu memahami bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran untuk menunjang penerapan metode pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan belajar yang akan disampaikannya.
Peran media pembelajaran, menurut Nana (2007:7) sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran sehingga akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran.
II. MANFAAT MEDIA PEMBELAJARAN
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai ‘perantara’ atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi bahan belajar). Sedangkan Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran.
A. Landasan Teori Penggunaan Media
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara antara pengalaman baru dengan pengamalam yang pernah di alami sebelumnya. Menurut Bruner (1966:10) ada tiga tingkatanutama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengamalan abstrak (symbolic). Pengamalan langsung adalah mengerjakan, sedangkan tingkatan kedua diberi label iconic, artinya gambar atau image. Pengalaman bisa didapat dari melihat gambar, foto atau film. Meskipun siswa belum mengalami secara langsung dengan melihat gambar, foto atau film bisa mengefektifkan pemahaman siswa tentang apa yang dilihat dalam gambar atau film. Pada tingkatan simbolik, siswa bisa mencocokkan image dan mental dengan simbol yang diterimanya. Ketiga tingkat pengalaman tersebut saling berinteraksi untuk memperoleh pengalaman (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru.
Hasil belajar siswa sering di awali dari pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambang verbal (abstrak). Namun bukan berarti semua proses pembelajaran harus di mulai dari pengalaman langsung, tetapi bisa di mulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa dengan memperhatikan situasi belajar siswa. Pengalaman langsung akan memberi kesan paling utuh dan paling bermakna tentang informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman tersebut, sebab pengalaman tersebut melibatkan indera penglihatan, pendenagaran, perasaan, penciuman dan peraba. Dengan learning by doing, keikut-sertaan siswa secara langsung (misalnya menyiapkan masakan, melakukan percobaan di laboratorium, menggunakan perabot rumah tangga) akan membuat pembelajaran bisa lebih bermakna (meaningfully).
Sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan, media dapat mengatasi perbedaan gaya belajar siswa, minat, inteligensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau jarak geografis, jarak waktu dan lain-lainnya. Namun demikian, media sebagai alat dan sumber belajar tidak dapat menggantikan peran guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru tidak akan berfungsi secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kehadiran guru masih tetap diperlukan untuk memberi bantuan pada siswa, seperti apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya serta hasil belajar apa yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum, media pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b. Obyek yang kecil bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun secara verbal.
e. Obyek yang terlalu kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar, video, dll.
3. Mengatasi sikap pasif siswa. Media pembelajaran bisa berperan:
a. Menimbulkan kegairahan belajar siswa
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya
4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang berbeda, akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan siswa. Dengan media, kesulitan tersebut bisa di atasi dengan cara:
a. Memberikan perangsang yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan pesepsi yang sama
Selain itu, pemanfaatan media pengajaran bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa media mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran ? Karena, sebagai barikut:
1. Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa
2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas dan bermakna sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran yang lebih baik
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, bukan hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kecakepan dalam mengajar.
4. Siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
5. Taraf berfikir siswa akan meningkat sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yang dimulai dari berfikir kongkret menuju ke abstrak, di mulai dari taraf berfikir sederhana menuju berfikir kompleks. Misalnya penggunaan peta dan globe dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada dasarnya merupakan penyederhaan dan pengkongkretan dari konsep geografi, sehingga bumi ini dapat dipelajari dengan wujud yang jelas.
Beberapa hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa (Nana, 2007) penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menyarankan pentingnya penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
C. Karakteristik Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki jenis-jenis dan beraneka macamnya. Untuk meng-efektifkan pemanfaatan media, perlu diusahakan klasifikasi dan pengelompokan berdasarkan maksud dan tujuannya. Pengelompokan media berdasarkan karakteristiknya, menurut Arief (2009) bisa dilihat sebagai berikut:
1. menurut karakteristik ekonomisnya (murah dan mudah didapat),
2. lingkup sasarannya yang dapat diliput, dan
3. kemudahan kontrol pakainya (mudah dimanfaatkan).
Karakteristik juga dapat dilihat dari kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan maupun penciuman. Karakteristik media, menurut Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan situasi belajar tertentu. Karakteristik atau cirri-ciri media pembelajaran merupakan salah satu dasar dalam menentukan strategi pembelajaran.
III. JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
A. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Pengelompokan berbagai jenis media dilihat dari segi perkembangan teknologi, menurut Seels & Glasgow (1990) dibagi ke dalam dua kategori, yaitu media tradisionil dan media teknologi mutakhir.
1. Media Tradisionil
a. Visual diam yang diprayeksikan
-proyeksi opaque (tak tembus pandang)
-proyeksi overhead
-slides
-filmstrips
b. Visual yang tak diproyeksikan
-gambar, poster
-foto
-chart, grafik, diagram
-pameran, papan info, papan tempel
c. Audio
-rekaman piringan
-pita kaset
d. Penyajian multimedia
-slide plus suara
-multi image
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
-film
-televisi
-video
f. Cetak
-buku teks
-modul, teks terprogram
-workbook
-majalah ilmiah
-handout
g. Permainan
-teka-teki
-simulasi
-permainan papan
h. Realia
-model
-specimen (contoh)
-manipulatif (peta, boneka)
2. Media teknologi Mutakhir
a. Media berbasis telekomunikasi
-telekonferen
-kuliah jarak jauh
b. Media berbasis mikroprosesor
-computer assisted instruction
-permainan computer
-sistem tutor intelijen
-interaktif
-hypermedia
-compact (video) disc
B. Kriteria-Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pengembangan media harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan. Pemilihan media sebaiknya tidak lepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Menurut Dick dan Carey (1978) ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan media pembelajaran, yaitu:
1. Ketersediaan sumber setempat, artinya bila media tidak terdapat pada sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri.
2. Ketersediaan dana untuk membeli atau memproduksi sendiri, artinya apabila membeli atau memproduksi sendiri, apakah ada dana, tenaga dan fasilitasnya?.
3. Keluwesan dan kepraktisan serta ketahanan media, artinya media bisa digunakan dimanapun, dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan.
4. Efektifitas biaya dalam jangkauan waktu. Ada jenis media yang biaya produksinya mahal, namun pemanfaatannya stabil dalam jangka panjang. Misalnya film bingkai, transparan OHP, media ini lebih tahan lama dalam pemakainannya, bila dibanding brosur yang setiap kali sering merubah materi sehingga biaya pembuatannya lebih mahal.
Selain itu, pertimbangan dalam pemilihan media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: (Nana, 2009:4)
1. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran.
2. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran
3. Kemudahan dalam memperoleh media
4. Keterampilan guru dalam menggunakannya
5. Tersedia waktu untuk menggunakannya
6. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.
Dengan kriteria di atas, guru dapat dengan mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Pada dasarnya kehadiran media bermaksud untuk mempermudah tugas guru, bukan sebaliknya, karena apabila dipaksakan justru mempersulit tugas guru dalam menyampaikan pesan pada proses pembelajaran.
C. Pengembangan Media Pembelajaran
Dalam merencanakan pengembangan media pembelajaran, seorang guru perlu mem-perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan dan karaktersitik siswa
2. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
3. Materi pembelajaran yang akan disampaikan
4. Alat pengukur keberhasilan belajar siswa
Yang dimaksud kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran adalah kesenjangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang kita inginkan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa sekarang.
Sedangkan tujuan dalam proses pembelajaran akan memberi arah dan pedoman serta tindakan dalam melakukan aktifitas proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus terencana dengan jelas sehingga bisa menjadi panduan aktifitas dalam mencapainya. Untuk dapat mengembangkan materi pelajaran yang mendukung pencapaian tujuan maka tujuan yang telah dirumuskan harus di analisis lebih lanjut.
Materi pembelajaran harus dikembangkan dari tujuan pembelajaran yang telah di analisis sesuai dengan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran perlu direncanakan alat pengukur keberhasilan yang telah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Alat pengukur keberhasilan siswa perlu dirancang secara seksama dengan validitas yang telah teruji dan meliputi kemampuan yang komprehensif.
IV. PENUTUP
Dalam upaya peningkatan peran guru yang professional, seorang guru perlu memahami bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran untuk menunjang penerapan metode pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan belajar yang akan disampaikannya.
Peran media pembelajaran, sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran, serta pengembangan media dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman. 2009. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pres
Azhar Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Bruner, Jerome. 1996. Toward a Theory of Instruction. Cambridge: Harvard University
Gagne, R.M. 1987. Instructional Technology: Foundations. Hillsdale: Lawrence Erlmaun
Associated Publisher.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Kemp, J.E. & Dauton. 1985. Planning and Producing Instructional Media. New York:
Harper & Row. Publisher
Nana Sudjana. 2009. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Seels & Glasgow. 1990. Exercises in Instructional Design. Columbus: Merril Publishing
Company.
Minggu, 17 Januari 2010
Sabtu, 16 Januari 2010
Cooperative Learning
CHAPTER I
INTRODUCTION
By: Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd
A. Background
Social knowledge is knowledge that must be understood by elementary school students to be able to society and the state even skilled play in the globalization era. Through the Social Science subjects, student directed, guided and assisted to become Indonesian citizens and effective world citizens (KBK SD and MI, 2003:1). Indonesian citizenship and effective global citizens is a formidable challenge because the dynamics of the evolving society and the era of globalization is always changing in every moment. So the Social Science subjects have designed to build and reflecting students' skills in life that is always growing continuously.
Social Science subjects in primary aims as follows:
1. Teaches the basic concepts of sociology, geography, economics, history and citizenship through pedagogical and psychological approaches.
2. Develop the ability to think critically and creatively, inkuiri, solve problems, and social skills.
3. Build commitment and awareness of social values and humanity.
4. Increasing cooperation and the ability to compete in a pluralistic society, both nationally and globally. (KBK SD and MI, 2003:1)
To achieve these objectives should be developed learning model is conducive and stimulating students to enthusiastic in participating in the learning process of Social Science in the Elementary School. All the potential that exists in the student needs to be developed in an optimal and comprehensive through learning activities designed by teachers. The teacher's role in creating and directing the learning activities so dominant that the quality and success of the learning activities are often dependent on the ability of teachers in selecting and applying the learning model. According to Kosasih (1992: 23) and the model selection method is the ability and learning the basic skills teachers should possess. This is based on the assumption that the accuracy of teachers in choosing models and methods will affect student learning outcomes (Jarolimek, 1992:127).
Learning activities in elementary schools in general are still emphasizes aspects of knowledge (cognitive) and less actively involve students in teaching and learning. Also in Social Knowledge learning, teachers felt teaching with learning materials delivered, but the students involved in an optimal less so with sufficient knowledge and skills to live in a society less adequate (Somantri Numan, 1996). Teachers assume that social knowledge is knowledge that can be transformed intact from the teacher's mind to the minds of students, so that learning models that emphasize the transformation of knowledge dominating aspect in teaching and learning activities.
In an effort to improve the quality of teaching and learning activities Social Sciences, have developed a model capable of learning that involve students actively and creatively in the learning process. Cooperative learning model of learning one model that can foster students' active involvement in learning activities. This learning model departs from the premise "getting better together" which emphasizes the provision of learning opportunities and broader atmosphere conducive to the students to acquire and develop knowledge, attitudes and values and social skills are useful in the community khidupan. Learning cooperative learning model, students not only learn and accept what is presented by the teachers but also learn from other students as well as other students can membelajarkan.
Learning with cooperative learning model, able to stimulate and develop the potential of students in an atmosphere optimal learning in small groups consisting of 4 to 6 students (Stahl, 1994). By the time students learn in a group will develop an open learning atmosphere in dimension occurs kesejawatan and collaboration in a personal relationship of mutual need. Learning climate that took place in an atmosphere of openness and democracy will provide an opportunity for students to obtain optimal information about the materials and training dibelajarkan attitudes and social skills as stock in the life of the community (Slavin, 1992). In this model the teacher is not only a resource but rather act as facilitators, mediators and managers of learning. At the time of learning in small groups will grow and develop learning patterns of peer tutoring (peer tutoring) and learning cooperatively. In addition, cooperative learning model learning is also growing self-awareness and practice the skills of students of social values, responsibility, caring, openness, friendship and democratic soul (Stahl, 1994). Cooperation and unity are the values developed in this learning model, which helps develop social skills in everyday life.
Indicators cooperative learning model to develop learning aligned with learning climate conducive to the achievement of the goals of Social Pengatahuan subjects in primary school. Application of this learning model will help students in developing knowledge, attitudes and especially the social skills that are useful in life in society.
B. Problems
Increasing cooperation and the ability to compete in a pluralistic society, both nationally and globally is one of the goals of the Social Science subjects. Achieve students become Indonesian citizens and effective world citizens is a challenge, because life in a global society full of competition and always change continuously in line with the progress of science and technology. Social Knowledge Learning should be designed in a systematic and kompehensif, so students have the knowledge and skills effectively in the life of the community. (KBK SD and MI, 2003).
One model of learning that are expected to nurture and train students' skills in social life is "cooperative learning". The rationale for "getting better together" will provide a conducive atmosphere to develop the knowledge and social skills useful in community life. Students not only learn to accept what the teacher presented, but can also learn from the experience of other friends and redundancy can membelajarkan friends in kesejawatan atmosphere and collaborative spirit in the dimension of personal relationship of mutual benefit. Learning climate that took place in an atmosphere of openness and democratic will provide optimal opportunities for students to obtain information and practice social skills.
The focus of the problems presented in this paper is "How can the effectiveness of cooperative learning model of learning in achieving the goals of Social Science subjects in primary school?"
CHAPTER II
Cooperative LEARNING LEARNING MODEL
A. Understanding Cooperative Learning Model
Cooperative implies working together to achieve common goals (Hamid Hasan, 1996). In cooperative activities, students are together looking for a profitable outcome for all members of the group. Learning is the use of cooperative small group learning that allows students to work together to maximize their learning and study other members of the group (Johnson, 1994; Hamid Hasan, 1996) . Meanwhile, according to Slavin (1992) cooperative learning is a learning model where students learn and work in small groups collaboratively with members consisting of 4 to 6 people, with a group structure that is heterogeneous. In this case, learn from success depends on the ability of groups and group activities, both individually and in groups.
In essence, cooperative learning implies a common attitude and behavior in work or helping among group members on a regular cooperation structures in the group, which comprises 2 or more, where the success of cooperation is strongly influenced by the contribution from each member of the group. In cooperative learning models have the common task structure in an atmosphere of togetherness among the group members. Motives in cooperation, each individual faced with the choice of preposition and should be followed, whether choosing attitude cooperate, compete or individualist.
Cooperative learning is more than just learning groups or study groups, because learning in cooperative learning model should be "incentive structure and the task is cooperative", which allows for open interaction and relationships that are effective interdependence among group members (Slavin , 1992). In addition, the pattern of relationships that enable the emergence of a positive perception about what they can do to be successful based on individual skill and contribution to the group. According to Stahl (1994) model of cooperative learning puts students learning as part of a system of cooperation in achieving an optimal outcome in the study.
So learning cooperative learning model to develop learning atmosphere interactions that take place in the mutual trust, open, relaxed among group members and provides opportunities for students to obtain and provide input in between them to develop knowledge, attitudes, values, morals and skills-skills to be developed in learning. Patterns of interaction that is openness and trust is very important for students to gain success in learning, because every time they can do the discussion, sharing of knowledge and skills as well as other inter-correct each other in learning.
B. Basic Concept Learning Cooperative Learning Model
There are some basic concepts that need to be considered and sought by the teachers in implementing cooperative learning model of learning in the classroom. According to Stahl (1994) teachers must consider the conceptual basics of cooperative learning model of learning, among others:
1. Clarity of definition of learning objectives
2. Overall revenue by students about learning goals
3. Positive dependence
4. Openness in the interaction of learning
5. Individual responsibility
6. Heterogeneous group
7. Attitude and positive social behavior
8. Debriefing (reflection and internalization)
9. Satisfaction in learning.
The concepts above in their implementation often comes the assumption that the implementation of cooperative learning teaching model is one or a few basic concepts are targeted. This assumption resulted in the effectiveness and productivity of this model academically less than optimal. To apply this model teachers need to understand and be able to develop a learning plan that allows the entire application including the basic concept of this model. Teachers need to develop a conducive atmosphere for study groups and relationships, interpersonal nature among members of the group. The main requirements that must be considered by the teachers is how to condition students to work together before starting the learning process by using a model of cooperative learning (Stahl, 1994).
C. Learning mechanism according to Cooperative Learning Model
Structurally, according to Stahl (1994) flow model of cooperative learning lessons has some characteristics, which distinguish the other learning models, namely:
1. Individual accountability
2. Social skills
3. Positive Interdependence
4. Group processing
5. Face-to-face Promotive interaction
Learning process based model of cooperative learning in the design and implementation philosophical rationale which is "getting better together", meaning that to get something better in the study should be done together. To create a "togetherness" in learning, teachers should design learning programs to consider aspects of togetherness so that students can formulate the condition and learning and teaching in an interactive active interaction in an atmosphere of "togetherness" not only in the classroom but also outside the classroom.
To streamline the implementation of cooperative learning model of learning, teachers must decide these things as follows:
1. The number and size of student groups to be formed
2. Membership of student groups must be hiterogen
3. Material and labor system that will be applied in learning
4. Room settings and the position of each group in the classroom,
5. Patterns and forms of evaluation tools that will be used to assess students. (Stahl, 1994)
CHAPTER III
APPLICATION OF MODEL Cooperative LEARNING
A. Teaching Social Science
As an implementer and developer learning activities, teachers must be able to choose and design the best possible learning programs for the development of potential students (Kosasih, 1992; Azis Wahab, 1996). Development and design of this study should be consistent with the purpose and essence of the subjects that will dibelajarkan. Social Science Education is a subject that has a strategic function and role in the formation of good citizens and reliable in accordance with national development goals (Sumantri, 1996). Social Science Education are expected to prepare students to be good citizens and capable society and able to anticipate changes in society (Kosasih, 1992). Teacher required more careful in selecting a model capable of learning and learning design so interesting, actual and functional for students .
In the implementation of the Social Science teaching in elementary schools, in general, teachers are still using the approach and the conventional learning models. Lecture method of teaching techniques often dominates, thus less able to stimulate students to engage actively in the learning process. Sentries pattern approach for learning teacher had not switched to students sentries. The learning process tends to emphasize the cognitive aspects resulting in less potential to develop affective and psychomotor owned students. (Suwarma, 1991). This condition is less encouraging the development of student potential in a comprehensive and optimal, less able to encourage students to actualize their potential in a comprehensive and creativity of students do not develop optimally.
Empirical analysis of the learning process at the School of Social Knowledge Base provides an illustration that is not much different from the above opinion. Model and conventional learning methods rely on students' speech is very harmful because they have less potential to develop optimally. Cognitive aspects of development is less balanced with the development of affective and psychomotor potential for transformation of learning more knowledge from teacher to students.
In an effort to achieve the Social Science subjects which students build and establish a citizen of Indonesia and effective global citizens, it is necessary to develop learning programs that can change and improve the learning patterns of Social Science in Primary Schools in the direction that reflects the interaction pattern of a conducive learning and support the development of an optimal potential of students.
B. Application of Cooperative Learning Model
Cooperative learning model of learning is one alternative that is expected to improve the quality of the process in Social Science subjects, especially to realize the goal of teaching Social Pengatahuan heavy enough, namely: improving the ability cooperate and compete in a pluralistic society, both nationally and globally. This model allows students to engage actively in developing the knowledge, attitudes and skills in the open atmosphere of learning and demokrastis.
Application of cooperative learning models in Knowledge Social learning will result in some advantages and value in developing students' potential, namely: (Stahl, 1994)
1. Increase the sense of individual responsibility
2. Growing dependence are positive
3. Terbinanya allows an open relationship
4. Enable the development of social skills in an optimal
5. train students to live in a society
The use of cooperative learning model of learning in Social Knowledge learning to focus on several aspects, namely:
1. Merger use of the types of learning in groups, such as: formal
cooperative learning, informal cooperative learning, and cooperative learning base on -
group.
2. The basic components of collaboration, namely: positive interdependence,
open direct interaction, individual abilities, skills -
social skills and group work processes.
3. Foster an atmosphere of cooperation in the classroom routine, such as: application of the model
learning cooperative learning in teaching and learning.
In addition to encouraging students in ketercapaian purpose, the application of cooperative learning model is also growing enthusiasm in implementing the teacher learning. Model foster a dynamic learning atmosphere, where students not only become the object of merely learning but also as a tutor for other students (Slavin, 1992). This is because each member of the group has two basic responsibilities, namely: (1) learn and understand the learning material, (2) helping a friend learn to be able to comprehend and understand, as there is in him. The concept of peer tutoring is one karaketristik this model, namely at the time of collaborative learning in an atmosphere of togetherness in small groups, will grow in a positive interaction between students. In addition, students not only trying to understand the material but also required him to mengembankan optimum potential for success of the group. One of the potential development of social skills and attitudes that students should be shown when they issued opinions or accept opinions of others.
C. Implementation steps Cooperative Learning Model
One of the aspects that need to be considered in applying the model of cooperative learning is the teacher's role in designing the group structure that will apply to students. Group structure should be hiterogen, so the recognition and understanding of the student teacher and his class was to determine the effectiveness and productivity of this model, both in the acquisition of learning and training process in the development of social skills of students.
Based on the above concept, the implementation steps in the model of cooperative learning in general education can be described operations as follows: (Stahl, 1994; Slavin, 1992)
1. The first step is to design a teacher made learning program plan. In this step the teacher to consider and determine the learning targets to be achieved in learning. In addition, teachers also set the attitude and social skills that are expected to be developed and demonstrated by students during learning. In designing the program, teachers should organize materials and student assignments that reflect the small group work system. This means that the material and the task to be done in dibelajarkan and dimensions work together in groups. To start learning, teachers should explain the goals and attitudes and social skills, and demonstrated the students achieved. This needs to be presented to enable students to understand what should be done during the learning process berlasngusng.
2. The second step of learning in the classroom applications, teacher observation sheet designed to be used to observe student activities in work groups. Teachers no longer deliver the material at length because of the understanding and deepening of the students will do when learning together. Teachers only explain the main points of the material that students have the knowledge and proper orientation of the material being taught. Finished presenting materials, teachers explore students' knowledge and understanding of the material based on what has been learned. This is intended to condition students' learning readiness. Next, the teacher guides students to form groups. Understanding and conception of the student teachers individually determine the togetherness of the group formed. By the time students learn in groups, teachers 'monitoring and observing students' learning activities based on obervasi sheets that have been designed previously.
3. The third step, the observation of student activities, teacher guides and directs students, individually or in groups to understand the material and students' attitudes and behavior during his studies. Giving praise and constructive criticism is an important aspect to be teachers when students work in group. When students engage in discussions in each group, the teacher periodically provide services to students individually or in the classical.
4. The fourth step, the teacher gives students an opportunity to dsari each group to present their work. At the time this class discussion the teacher acting as moderator. This is intended to guide and correct the students' understanding and comprehension of the material or work which has been shown. At the last student presentations, the teacher invites students to reflect on the process of self-learning course, with the aim to improve the weaknesses of deviant behavior or attitude is done during learning. In addition, teachers also gave some emphasis on values, attitudes, and social behavior that must be developed and trained by the students. In self-reflection, teachers still play a role as an active mediator and moderator. That is, the development of ideas, suggestions and criticisms of the learning process should be sought from students, and teachers did make improvements and direction of ideas, suggestions and criticisms are developed.
In the cooperative learning model of learning, teachers must be able to cover people living in an atmosphere of learning in the classroom so that students have the concept and feel the atmosphere of a real society. Thus students are able to understand reality as early as possible that people will diterjuninya.
CHAPTER IV
CLOSING
A. Conclusions
Based on the analysis developed in this paper, there are some things that can be concluded, among other things:
1. Cooperative learning model of learning can have an effective contribution in achieving the learning objectives at the Social Science subjects in primary school when teachers have a professional performance in his capacity as executor and curriculum developer in the classroom.
2. Cooperative learning model of learning can improve student learning outcomes in relation to the understanding of matter, the development of attitudes and social skills. Improving student learning outcomes was obtained from an atmosphere of openness and kepedulaian teachers in developing learning climate of democratic, open, cooperative and collaborative academic partnership in climate.
3. Cooperative learning model of learning can encourage an atmosphere of active learning and interactive. In this model there are efforts to increase the excitement, motivation, and the intimacy between teachers and students and students with other students. The teacher's role as a democratic learning manager determines that an active interaction activities and interactive.
B. Suggestions
Some suggestions that can be presented in this paper are as follows:
1. To improve the quality of the learning process of the Social Science subjects in primary school, teachers are encouraged to occasionally apply the learning cooperative learning model to deliver an appropriate subject, so that the goals can be more effective and efficient.
2. The atmosphere of openness, democratic and collaborative learning should be created in the Social Science in Primary Schools, for understanding the knowledge, attitudes and social skills students can develop more optimal.
3. Social Knowledge learning in elementary school, communication is important to build an active and interactive, so the excitement and motivation of students and teachers in learning can be improved.
REFERENCES
Aziz Wahab. (1996). Methodology of Teaching Social Science. Jakarta: P2LPTK
MONE. (2003). Competency-Based Curriculum. Jakarta: Ministry of National Education
Hamid Hasan, S. (1996). Education of Social Sciences. Canberra: Department of History IKIP Bandung.
Jarolimek, John. (1992). Social Studies in Elementary Education. New York: MacMillan Co.. Inc.
Kosasih Djahiri (1992). Teaching Teachers Guidebook IP S. Jakarta: Ministry of National Education
Stahl, Robert and Ronald Van Sickle. (1994). Cooperative Learning in Social Studies; Hand Books For Teachers. New York: Kane Publishing Inc..
Slavin, Robert. (1992). Cooperative Learning. Maryland: John Hopkins University.
Al Suwarma Mochtar. (1991). Development of Thinking Ability and Values in Social Science Education. Bandung: Bandung IKIP PPS Dissertation (not published).
Sumantri, Nu'man. (1996). Education Social Science Perspectives in terms of actualization. Jakarta: ISIPS Conference Papers IKIP Jakarta.
INTRODUCTION
By: Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd
A. Background
Social knowledge is knowledge that must be understood by elementary school students to be able to society and the state even skilled play in the globalization era. Through the Social Science subjects, student directed, guided and assisted to become Indonesian citizens and effective world citizens (KBK SD and MI, 2003:1). Indonesian citizenship and effective global citizens is a formidable challenge because the dynamics of the evolving society and the era of globalization is always changing in every moment. So the Social Science subjects have designed to build and reflecting students' skills in life that is always growing continuously.
Social Science subjects in primary aims as follows:
1. Teaches the basic concepts of sociology, geography, economics, history and citizenship through pedagogical and psychological approaches.
2. Develop the ability to think critically and creatively, inkuiri, solve problems, and social skills.
3. Build commitment and awareness of social values and humanity.
4. Increasing cooperation and the ability to compete in a pluralistic society, both nationally and globally. (KBK SD and MI, 2003:1)
To achieve these objectives should be developed learning model is conducive and stimulating students to enthusiastic in participating in the learning process of Social Science in the Elementary School. All the potential that exists in the student needs to be developed in an optimal and comprehensive through learning activities designed by teachers. The teacher's role in creating and directing the learning activities so dominant that the quality and success of the learning activities are often dependent on the ability of teachers in selecting and applying the learning model. According to Kosasih (1992: 23) and the model selection method is the ability and learning the basic skills teachers should possess. This is based on the assumption that the accuracy of teachers in choosing models and methods will affect student learning outcomes (Jarolimek, 1992:127).
Learning activities in elementary schools in general are still emphasizes aspects of knowledge (cognitive) and less actively involve students in teaching and learning. Also in Social Knowledge learning, teachers felt teaching with learning materials delivered, but the students involved in an optimal less so with sufficient knowledge and skills to live in a society less adequate (Somantri Numan, 1996). Teachers assume that social knowledge is knowledge that can be transformed intact from the teacher's mind to the minds of students, so that learning models that emphasize the transformation of knowledge dominating aspect in teaching and learning activities.
In an effort to improve the quality of teaching and learning activities Social Sciences, have developed a model capable of learning that involve students actively and creatively in the learning process. Cooperative learning model of learning one model that can foster students' active involvement in learning activities. This learning model departs from the premise "getting better together" which emphasizes the provision of learning opportunities and broader atmosphere conducive to the students to acquire and develop knowledge, attitudes and values and social skills are useful in the community khidupan. Learning cooperative learning model, students not only learn and accept what is presented by the teachers but also learn from other students as well as other students can membelajarkan.
Learning with cooperative learning model, able to stimulate and develop the potential of students in an atmosphere optimal learning in small groups consisting of 4 to 6 students (Stahl, 1994). By the time students learn in a group will develop an open learning atmosphere in dimension occurs kesejawatan and collaboration in a personal relationship of mutual need. Learning climate that took place in an atmosphere of openness and democracy will provide an opportunity for students to obtain optimal information about the materials and training dibelajarkan attitudes and social skills as stock in the life of the community (Slavin, 1992). In this model the teacher is not only a resource but rather act as facilitators, mediators and managers of learning. At the time of learning in small groups will grow and develop learning patterns of peer tutoring (peer tutoring) and learning cooperatively. In addition, cooperative learning model learning is also growing self-awareness and practice the skills of students of social values, responsibility, caring, openness, friendship and democratic soul (Stahl, 1994). Cooperation and unity are the values developed in this learning model, which helps develop social skills in everyday life.
Indicators cooperative learning model to develop learning aligned with learning climate conducive to the achievement of the goals of Social Pengatahuan subjects in primary school. Application of this learning model will help students in developing knowledge, attitudes and especially the social skills that are useful in life in society.
B. Problems
Increasing cooperation and the ability to compete in a pluralistic society, both nationally and globally is one of the goals of the Social Science subjects. Achieve students become Indonesian citizens and effective world citizens is a challenge, because life in a global society full of competition and always change continuously in line with the progress of science and technology. Social Knowledge Learning should be designed in a systematic and kompehensif, so students have the knowledge and skills effectively in the life of the community. (KBK SD and MI, 2003).
One model of learning that are expected to nurture and train students' skills in social life is "cooperative learning". The rationale for "getting better together" will provide a conducive atmosphere to develop the knowledge and social skills useful in community life. Students not only learn to accept what the teacher presented, but can also learn from the experience of other friends and redundancy can membelajarkan friends in kesejawatan atmosphere and collaborative spirit in the dimension of personal relationship of mutual benefit. Learning climate that took place in an atmosphere of openness and democratic will provide optimal opportunities for students to obtain information and practice social skills.
The focus of the problems presented in this paper is "How can the effectiveness of cooperative learning model of learning in achieving the goals of Social Science subjects in primary school?"
CHAPTER II
Cooperative LEARNING LEARNING MODEL
A. Understanding Cooperative Learning Model
Cooperative implies working together to achieve common goals (Hamid Hasan, 1996). In cooperative activities, students are together looking for a profitable outcome for all members of the group. Learning is the use of cooperative small group learning that allows students to work together to maximize their learning and study other members of the group (Johnson, 1994; Hamid Hasan, 1996) . Meanwhile, according to Slavin (1992) cooperative learning is a learning model where students learn and work in small groups collaboratively with members consisting of 4 to 6 people, with a group structure that is heterogeneous. In this case, learn from success depends on the ability of groups and group activities, both individually and in groups.
In essence, cooperative learning implies a common attitude and behavior in work or helping among group members on a regular cooperation structures in the group, which comprises 2 or more, where the success of cooperation is strongly influenced by the contribution from each member of the group. In cooperative learning models have the common task structure in an atmosphere of togetherness among the group members. Motives in cooperation, each individual faced with the choice of preposition and should be followed, whether choosing attitude cooperate, compete or individualist.
Cooperative learning is more than just learning groups or study groups, because learning in cooperative learning model should be "incentive structure and the task is cooperative", which allows for open interaction and relationships that are effective interdependence among group members (Slavin , 1992). In addition, the pattern of relationships that enable the emergence of a positive perception about what they can do to be successful based on individual skill and contribution to the group. According to Stahl (1994) model of cooperative learning puts students learning as part of a system of cooperation in achieving an optimal outcome in the study.
So learning cooperative learning model to develop learning atmosphere interactions that take place in the mutual trust, open, relaxed among group members and provides opportunities for students to obtain and provide input in between them to develop knowledge, attitudes, values, morals and skills-skills to be developed in learning. Patterns of interaction that is openness and trust is very important for students to gain success in learning, because every time they can do the discussion, sharing of knowledge and skills as well as other inter-correct each other in learning.
B. Basic Concept Learning Cooperative Learning Model
There are some basic concepts that need to be considered and sought by the teachers in implementing cooperative learning model of learning in the classroom. According to Stahl (1994) teachers must consider the conceptual basics of cooperative learning model of learning, among others:
1. Clarity of definition of learning objectives
2. Overall revenue by students about learning goals
3. Positive dependence
4. Openness in the interaction of learning
5. Individual responsibility
6. Heterogeneous group
7. Attitude and positive social behavior
8. Debriefing (reflection and internalization)
9. Satisfaction in learning.
The concepts above in their implementation often comes the assumption that the implementation of cooperative learning teaching model is one or a few basic concepts are targeted. This assumption resulted in the effectiveness and productivity of this model academically less than optimal. To apply this model teachers need to understand and be able to develop a learning plan that allows the entire application including the basic concept of this model. Teachers need to develop a conducive atmosphere for study groups and relationships, interpersonal nature among members of the group. The main requirements that must be considered by the teachers is how to condition students to work together before starting the learning process by using a model of cooperative learning (Stahl, 1994).
C. Learning mechanism according to Cooperative Learning Model
Structurally, according to Stahl (1994) flow model of cooperative learning lessons has some characteristics, which distinguish the other learning models, namely:
1. Individual accountability
2. Social skills
3. Positive Interdependence
4. Group processing
5. Face-to-face Promotive interaction
Learning process based model of cooperative learning in the design and implementation philosophical rationale which is "getting better together", meaning that to get something better in the study should be done together. To create a "togetherness" in learning, teachers should design learning programs to consider aspects of togetherness so that students can formulate the condition and learning and teaching in an interactive active interaction in an atmosphere of "togetherness" not only in the classroom but also outside the classroom.
To streamline the implementation of cooperative learning model of learning, teachers must decide these things as follows:
1. The number and size of student groups to be formed
2. Membership of student groups must be hiterogen
3. Material and labor system that will be applied in learning
4. Room settings and the position of each group in the classroom,
5. Patterns and forms of evaluation tools that will be used to assess students. (Stahl, 1994)
CHAPTER III
APPLICATION OF MODEL Cooperative LEARNING
A. Teaching Social Science
As an implementer and developer learning activities, teachers must be able to choose and design the best possible learning programs for the development of potential students (Kosasih, 1992; Azis Wahab, 1996). Development and design of this study should be consistent with the purpose and essence of the subjects that will dibelajarkan. Social Science Education is a subject that has a strategic function and role in the formation of good citizens and reliable in accordance with national development goals (Sumantri, 1996). Social Science Education are expected to prepare students to be good citizens and capable society and able to anticipate changes in society (Kosasih, 1992). Teacher required more careful in selecting a model capable of learning and learning design so interesting, actual and functional for students .
In the implementation of the Social Science teaching in elementary schools, in general, teachers are still using the approach and the conventional learning models. Lecture method of teaching techniques often dominates, thus less able to stimulate students to engage actively in the learning process. Sentries pattern approach for learning teacher had not switched to students sentries. The learning process tends to emphasize the cognitive aspects resulting in less potential to develop affective and psychomotor owned students. (Suwarma, 1991). This condition is less encouraging the development of student potential in a comprehensive and optimal, less able to encourage students to actualize their potential in a comprehensive and creativity of students do not develop optimally.
Empirical analysis of the learning process at the School of Social Knowledge Base provides an illustration that is not much different from the above opinion. Model and conventional learning methods rely on students' speech is very harmful because they have less potential to develop optimally. Cognitive aspects of development is less balanced with the development of affective and psychomotor potential for transformation of learning more knowledge from teacher to students.
In an effort to achieve the Social Science subjects which students build and establish a citizen of Indonesia and effective global citizens, it is necessary to develop learning programs that can change and improve the learning patterns of Social Science in Primary Schools in the direction that reflects the interaction pattern of a conducive learning and support the development of an optimal potential of students.
B. Application of Cooperative Learning Model
Cooperative learning model of learning is one alternative that is expected to improve the quality of the process in Social Science subjects, especially to realize the goal of teaching Social Pengatahuan heavy enough, namely: improving the ability cooperate and compete in a pluralistic society, both nationally and globally. This model allows students to engage actively in developing the knowledge, attitudes and skills in the open atmosphere of learning and demokrastis.
Application of cooperative learning models in Knowledge Social learning will result in some advantages and value in developing students' potential, namely: (Stahl, 1994)
1. Increase the sense of individual responsibility
2. Growing dependence are positive
3. Terbinanya allows an open relationship
4. Enable the development of social skills in an optimal
5. train students to live in a society
The use of cooperative learning model of learning in Social Knowledge learning to focus on several aspects, namely:
1. Merger use of the types of learning in groups, such as: formal
cooperative learning, informal cooperative learning, and cooperative learning base on -
group.
2. The basic components of collaboration, namely: positive interdependence,
open direct interaction, individual abilities, skills -
social skills and group work processes.
3. Foster an atmosphere of cooperation in the classroom routine, such as: application of the model
learning cooperative learning in teaching and learning.
In addition to encouraging students in ketercapaian purpose, the application of cooperative learning model is also growing enthusiasm in implementing the teacher learning. Model foster a dynamic learning atmosphere, where students not only become the object of merely learning but also as a tutor for other students (Slavin, 1992). This is because each member of the group has two basic responsibilities, namely: (1) learn and understand the learning material, (2) helping a friend learn to be able to comprehend and understand, as there is in him. The concept of peer tutoring is one karaketristik this model, namely at the time of collaborative learning in an atmosphere of togetherness in small groups, will grow in a positive interaction between students. In addition, students not only trying to understand the material but also required him to mengembankan optimum potential for success of the group. One of the potential development of social skills and attitudes that students should be shown when they issued opinions or accept opinions of others.
C. Implementation steps Cooperative Learning Model
One of the aspects that need to be considered in applying the model of cooperative learning is the teacher's role in designing the group structure that will apply to students. Group structure should be hiterogen, so the recognition and understanding of the student teacher and his class was to determine the effectiveness and productivity of this model, both in the acquisition of learning and training process in the development of social skills of students.
Based on the above concept, the implementation steps in the model of cooperative learning in general education can be described operations as follows: (Stahl, 1994; Slavin, 1992)
1. The first step is to design a teacher made learning program plan. In this step the teacher to consider and determine the learning targets to be achieved in learning. In addition, teachers also set the attitude and social skills that are expected to be developed and demonstrated by students during learning. In designing the program, teachers should organize materials and student assignments that reflect the small group work system. This means that the material and the task to be done in dibelajarkan and dimensions work together in groups. To start learning, teachers should explain the goals and attitudes and social skills, and demonstrated the students achieved. This needs to be presented to enable students to understand what should be done during the learning process berlasngusng.
2. The second step of learning in the classroom applications, teacher observation sheet designed to be used to observe student activities in work groups. Teachers no longer deliver the material at length because of the understanding and deepening of the students will do when learning together. Teachers only explain the main points of the material that students have the knowledge and proper orientation of the material being taught. Finished presenting materials, teachers explore students' knowledge and understanding of the material based on what has been learned. This is intended to condition students' learning readiness. Next, the teacher guides students to form groups. Understanding and conception of the student teachers individually determine the togetherness of the group formed. By the time students learn in groups, teachers 'monitoring and observing students' learning activities based on obervasi sheets that have been designed previously.
3. The third step, the observation of student activities, teacher guides and directs students, individually or in groups to understand the material and students' attitudes and behavior during his studies. Giving praise and constructive criticism is an important aspect to be teachers when students work in group. When students engage in discussions in each group, the teacher periodically provide services to students individually or in the classical.
4. The fourth step, the teacher gives students an opportunity to dsari each group to present their work. At the time this class discussion the teacher acting as moderator. This is intended to guide and correct the students' understanding and comprehension of the material or work which has been shown. At the last student presentations, the teacher invites students to reflect on the process of self-learning course, with the aim to improve the weaknesses of deviant behavior or attitude is done during learning. In addition, teachers also gave some emphasis on values, attitudes, and social behavior that must be developed and trained by the students. In self-reflection, teachers still play a role as an active mediator and moderator. That is, the development of ideas, suggestions and criticisms of the learning process should be sought from students, and teachers did make improvements and direction of ideas, suggestions and criticisms are developed.
In the cooperative learning model of learning, teachers must be able to cover people living in an atmosphere of learning in the classroom so that students have the concept and feel the atmosphere of a real society. Thus students are able to understand reality as early as possible that people will diterjuninya.
CHAPTER IV
CLOSING
A. Conclusions
Based on the analysis developed in this paper, there are some things that can be concluded, among other things:
1. Cooperative learning model of learning can have an effective contribution in achieving the learning objectives at the Social Science subjects in primary school when teachers have a professional performance in his capacity as executor and curriculum developer in the classroom.
2. Cooperative learning model of learning can improve student learning outcomes in relation to the understanding of matter, the development of attitudes and social skills. Improving student learning outcomes was obtained from an atmosphere of openness and kepedulaian teachers in developing learning climate of democratic, open, cooperative and collaborative academic partnership in climate.
3. Cooperative learning model of learning can encourage an atmosphere of active learning and interactive. In this model there are efforts to increase the excitement, motivation, and the intimacy between teachers and students and students with other students. The teacher's role as a democratic learning manager determines that an active interaction activities and interactive.
B. Suggestions
Some suggestions that can be presented in this paper are as follows:
1. To improve the quality of the learning process of the Social Science subjects in primary school, teachers are encouraged to occasionally apply the learning cooperative learning model to deliver an appropriate subject, so that the goals can be more effective and efficient.
2. The atmosphere of openness, democratic and collaborative learning should be created in the Social Science in Primary Schools, for understanding the knowledge, attitudes and social skills students can develop more optimal.
3. Social Knowledge learning in elementary school, communication is important to build an active and interactive, so the excitement and motivation of students and teachers in learning can be improved.
REFERENCES
Aziz Wahab. (1996). Methodology of Teaching Social Science. Jakarta: P2LPTK
MONE. (2003). Competency-Based Curriculum. Jakarta: Ministry of National Education
Hamid Hasan, S. (1996). Education of Social Sciences. Canberra: Department of History IKIP Bandung.
Jarolimek, John. (1992). Social Studies in Elementary Education. New York: MacMillan Co.. Inc.
Kosasih Djahiri (1992). Teaching Teachers Guidebook IP S. Jakarta: Ministry of National Education
Stahl, Robert and Ronald Van Sickle. (1994). Cooperative Learning in Social Studies; Hand Books For Teachers. New York: Kane Publishing Inc..
Slavin, Robert. (1992). Cooperative Learning. Maryland: John Hopkins University.
Al Suwarma Mochtar. (1991). Development of Thinking Ability and Values in Social Science Education. Bandung: Bandung IKIP PPS Dissertation (not published).
Sumantri, Nu'man. (1996). Education Social Science Perspectives in terms of actualization. Jakarta: ISIPS Conference Papers IKIP Jakarta.
Pembelajaran IPS di SD
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pelaksanaan proses pembelajaran dari berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri peserta didik, baik potensi dalam aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik.
Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Sekolah Dasar ( SD ) sampai Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) berusaha memberikan wawasan secara komprehensif tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Berbagai tradisi dalam ilmu sosial, termasuk konsep, teori, fakta, struktur, metode dan penanaman nilai-nilai dalam ilmu sosial perlu dikemas secara pedagogis, integratif dan komunikatif serta relevan dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP, 2006 ) menegaskan bahwa melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi Warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Fenomena kehidupan global di masa mendatang yang penuh dengan tantangan, menuntut mata pelajaran IPS untuk dirancang bisa mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar perlu disusun secara sistimatis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan bermasayarakat. Pendekatan tersebut diharapkan mampu membina siswa agar menjadi warga negara Indonesia yang bertanggung jawab dan warga dunia yang efektif, dalam masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Untuk itu, pembelajaran IPS perlu dirancang untuk membangun dan merefleksikan kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu berubah dan berkembang secara terus menerus.
Menurut KTSP (2006), Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkung-
annya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan.
4.Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk dan ditingkat lokal, nasional dan global.
Jarolimek ( 1993 : 8 ) mengharapkan bahwa Pendidikan Pengetahuan Sosial hendaknya mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan pengertian ( knowledge and understanding ), aspek sikap dan nilai ( attitude and value ) serta aspek keterampilan ( skill ) pada diri siswa. Aspek pengetahuan dan pengertian berkaitan dengan pemberian bekal pengetahuan dan pemahaman siswa tentang dunia dan kehidupan masyarakat di sekitarnya, aspek sikap berkaitan dengan pemberian bekal mengenai dasar-dasar etika dan norma yang nantinya menjadi orientasi nilai dalam kehidupanannya di masyarakat. Sedangkan aspek keterampilan meliputi keterampilan sosial ( social skill ) dan keterampilan intektual ( intellectual skill ) agar siswa tanggap terhadap permasalahan sosial di sekitarnya dan mampu bekerjasama dengan orang lain dalam kehiduapn sehari-hari.
Sedangkan menurut Schuncke ( 1988 : 8-9 ) sekolah merupakan wahana yang sangat penting dalam pendidikan nilai dan norma serta perilaku yang demokratis. Penanaman nilai dan norma serta perilaku demokratis secara normatif merupakan tanggung jawab seluruh guru di suatu sekolah. Namun secara legal-akademik tanggung jawab tersebut ada pada guru mata pelajaran Pendidkan Kewarganegaraan maupun Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena itu, kajian pengembangan nilai dan norma serta sosialisasi perilaku demokratis perlu dikembangkan secara kreatif dalam proses pembelajaran PKn dan IPS
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa ( Student centered ) agar siswa terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi secara aktif perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan agar kualitas proses pembelajaran IPS lebih memadai.
II. Permasalahan.
Dari uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1..Bagaimanakah pengembangan model-model pembelajaran IPS yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan ?
2. Bagaimanakah pendekatan pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
3..Bagaimanakah metode-metode pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan ?
4. Bagaimanakah media-media pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR
Proses pembelajaran di Sekolah Dasar merupakan tahapan pembelajaran yang mendasar bagi seorang anak, karena menjadi dasar bagi tahapan pembelajaran lanjutan seperti SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Maka pada tahapan dasar tersebut menuntut profesionalisme dan keterampilan guru yang berkualitas sesuai dengan tuntutan profesi. Kualitas dan profesionalisme ini amat ditentukan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru Sekolah Dasar.
A. Model-Model Pembelajaran IPS
Untuk menumbuhkan motivasi dan partisipasi siswa perlu dikembangkan model-model pembelajaran IPS yang kreatif dan inovatif seperti: Pengajaran langsung ( direct intruction ), Pembelajaran Kooperatif ( cooperative learning ), Pengajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Base Instruction ), dan Belajar Melalui Penemuan ( inkuiri ).
1. Model Pengajaran Langsung ( Direct Instruction ).
Model pengajaran langsung banyak diilhami oleh teori belajar sosial yang sering disebut belajar melalui observasi. John Dolard dan Albert Bandura meyakini bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Dasar pemikiran model pengajaran langsung ini adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut maka yang perlu dihindari adalah penyampaian pengetahuan yang terlalu kompleks.
Secara umum, pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif itu adalah pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Dalam menerapkan pengajaran langsung, pengetahuan yang disampaikan kepada siswa perlu disederhanakan, baik pengetahuan deklaratif maupun prosedural.
2. Model Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning )
Menurut John Dewey, kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Maka kegiatan di kelas perlu memberi pengalaman kepada siswa untuk bekerja secara berkelompok. Gordon Alport mengingatkan bahwa kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil yang lebih baik. Setting kelas dalam pembelajaran kooperatif, perlu memenuhi 3 kondisi, yaitu: (a) adanya kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, (c) adanya persetujuan antar anggota kelompok tentang setting kelas tersebut.
Model pembelajaran kooperatif ini cukup penting karena siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan temannya. Anggota kelompok yang lebih mampu dapat menolong temannya yang kurang mampu. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Dan yang lebih penting semua anggota kelompok dapat bersosialisasi dengan anggota kelompok lainnya sehingga hal ini akan melatih keterampilan sosial siswa dalam bermasyarakat.
3. Model Pengajaran Berdasar Masalah ( Problem Base Instruction )
Model pengajaran berdasarkan masalah ini mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa masalah autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Sedangkan ciri khusus dalam model ini yaitu adanya pengajuan pertanyaan dan masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya, dan adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat secara langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sedangkan masalah akademik adalah masalah yang muncul akibat pengaruh dari suatu masalah sehingga memunculkan masalah lainnya. Misalnya bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga-harga bahan-bahan pokok?.
Model pembelajaran ini lebih sesuai untuk siswa kelas tinggi atau siswa yang latar belakang pengetahuannya sudah memadai.
4. Model Belajar Melalui Penemuan ( Inkuiri )
Pembelajaran penemuan merupakan suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan memberi keyakinan bahwa pembelajaran akan terjadi melalui penemuan pribadi. Bruner yang mempelopori model pembelajaran penemuan ini meyakini bahwa model penemuan ini akan merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan sehingga menemukan sesuatu. Misalnya guru menyajikan topik kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa yang memancing pro-kontra atau konflik kognitif, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu siswa terpancing.
Model pembelajaran penemuan lebih cocok untuk menanamkan konsep-konsep yang dapat ditemukan melalui percobaan dan penyelidikan.
B. Pendekatan dalam Pembelajaran IPS
Pendekatan pembelajaran merupakan landasan sikap dan persepsi guru tentang bagaimana kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan. Landasan sikap dan persepsi guru ini akan menjadi dasar bagi tindakan guru dalam melaksanakan aktifitas proses pembelajaran.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS yang bisa menjadi landasan sikap dan persepsi tersebut, sebagai berikut:
1. Pendekatan lingkungan
2. Pendekatan konsep
3. Pendekatan inkuiri
4. Pendekatan keterampilan proses
5. Pendekatan pemecahan masalah
6. Pendekatan induktif-deduktif
7. Pendekatan nilai
8. Pendekatan komunikatif
9. Pendekatan kesejarahan
10. Pendekatan tematik
Dalam pendekatan lingkungan, IPS sebagai mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk bermasyarakat, perlu memperhatikan lingkungan sebagai topik kajian, baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik. Pendekatan ini bisa diawali dari lingkungan siswa yang paling dekat yaitu keluarga, untuk menanamkan nilai moral dan aktifitas bermasyarakat. Guru perlu mencermati lingkungan sebagai aspek yang berperan dalam membentuk perilaku siswa, seperti: lingkungan kauman, lingkungan perdagangan, lingkungan pertanian dsb.
Pendekatan konsep menekankan bahwa pemahaman konsep sangat mempengaruhi perilaku siswa. Konsep tentang keadilan, kesejahteraan, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab, dsb. merupakan konsep-konsep yang harus dipahami siswa, bukan sekedar diketahui atau dihafalkan. Pemahaman ini akan membimbing siswa untuk bisa menghayati yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam perilaku sehari-hari.
Pendekatan inkuiri, diawali dengan suatu pertanyaan atau permasalahan yang mengajak siswa untuk ikut berfikir dalam memecahkan permasalahan. Dalam proses inkuiri, akan tumbuh dan berkembang secara spontan rasa ingin tahu dan berpartisipasi dalam pemecahan masalah melalui tanya jawab yang didesain oleh guru. Dalam kegiatan berinkuiri bisa menghasilkan suatu gagasan, ide, solusi, atau menemukan sesuatu yang dicarinya.
Pendekatan keterampilan proses, bertujuan menumbuhkan keterampilan yan berkaitan dengan sutu proses tertentu yang perlu dilatihkan. Menanamkan perilaku tertentu biasanya perlu dilatih dan dibiasakan sehingga nanti akan muncul perilaku yang diharapkan dalam bermasyarakat. Keterampilan proses bisa dimulai dari mencari informasi sampai nanti bisa menginformasikannya. Sumber-sumber menumbuhkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPS antara lain peta, globe, gambar atau foto, grafik, diagram dsb.
Pendekatan pemecahan masalah, akan mengenalkan siswa pada masalah-masalah dalam kehidupan di masyarakat. Misalnya masalah lingkungan hidup yang tidak bersih, tata tertib di sekolah yang belum dipatuhi, masalah narkoba, kenakalan remaja, kemiskinan dan sebagainya, bisa kenalkan pada siswa dan untuk mengungkap bagaimana respon siswa terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Pendekatan induktif , diawali dari mengemukakan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam masyarakat berikut fakta dan datanya. Guru dapat mengangkat contoh-contoh kongkrit, dan kenyataan yang ada di dalam masyarakat, kemudian ditarik generalisasinya dari fakta dan data tersebut menjadi sebuah konsep. Misalnya tentang kemiskinan, korupsi, lapangan pekerjaan, kesejahtaraan dsb.
Pendekatan deduktif, diawali dari konsep-konsep yang telah dipahami oleh siswa kemudian dicarikan contoh-contoh fakta dan data pendukungnya di masyarakat. Pendekatan induktif dan deduktif menjadi saling menunjang untuk menanamkan konsep pada siswa. Untuk siswa Sekolah Dasar, pembelajaran bisa dimulai dari yang kongkrit menuju abstrak, dari yang sederhana menuju kompleks, dari yang mudah menuju sulit dan dari yang dekat menuju ke yang jauh.
Pendekatan nilai, dikembangkan untuk menumbuhkan sikap dan toleransi siswa dalam berperilaku dimasyarakat, menumbuhkan kepekaan dan rasa tanggung jawab sosial dengan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan sosial. Sikap demokratis dan semangat bekerjasama maupun berkompetisi perlu ditumbuhkan sejak dini.
Pendekatan komunikatif, mengutamakan efektifitas komunikasi guru dan siswa. Pendekatan ini memperhatikan tingkat kematangan kognitif siswa dan sekuensial materi atau istilah bahasa yang digunakan guru adalah bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Bahasa dan istilah-istilah yang digunakan guru haruslah dimengerti dan dipahami sehingga tidak terjadi miskonsepsi atau salah pengertian.
Pendekatan kesejarahan, mengungkap peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan contoh ( baik maupun tidak baik ) bagi siswa, sehingga siswa bisa mengambil makna dan hikmahnya dari peristiwa masa lalu tersebut. Belajar dari nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan maupun peristiwa-peristiwa lain dimasa lalu perlu dikembangkan untuk menjadi contoh pengalaman dan pedoman bagi masa mendatang.
Pendekatan tematik, dikembangkan untuk memberikan wawasan siswa yang komprehensif terhadap tema yang ditampilkan. Misalnya tema lingkungan hidup, hasil pembangunan, demokratisasi dan sebagai bisa dikembangkan pada pemahaman siswa yang lebih komprehensif.
Pendekatan-pendekatan tersebut bisa dipilih dan diterapkan guru dengan pengemasan rencana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan ( PAIKEM ). Hal ini sesuai dengan UUSPN No. 20 / 2003 yang mengisaratkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruaang yang cukup bagi prakasa, kreatifitas dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Paradigma pembelajaran konvensioanl yang selama ini dilaksanakan perlu dirubah dengan model pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif ini perlu diterapkan, karena:
1. Jumlah informasi dan salurannya semakin banyak.
2. Tidak semua potensi siswa bisa dikembangkan dengan satu cara saja.
3. Orientasi target materi pembalajaran hanya untuk jangka pendek.
4. Proses pembelajaran seharusnya berangkat dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
C. Metode Pembelajaran IPS
Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang cukup berperanan selain komponen-komponen yang lain. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas tentu akan mempertimbangkan penerapan metode sesuai dengan karakteristik topik kajian dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Metode adalah cara atau teknik yang dianggap efisien dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran kepada siswa. Oleh karena itu, hendaknya guru mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun metode yang sempurna dan efektif serta efisien untuk semua topik kajian. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu dalam setiap proses pembelajaran IPS diperlukan penerapan metode yang bervariasi.
Macam-macam metode pembelajaran dalam IPS menurut Azis Wahab ( 1997 : 186 ) antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab.
3. Metode diskusi
4. Metode simulasi
5. Metode penugasan
6. Metode permainan ( game )
7. Metode cerita
8. Metode karya wisata atau studi lapangan
9. Metode sosio drama
10.Metode bermain peran ( role playing )
11. Metode pameran ( eksposisi )
12. Metode proyek
Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran perlu mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik topik kajian yang akan disampaikan.
2. Ditunjang oleh sarana dan prasarana yang ada.
3. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.
D. Media dalam pembelajaran IPS
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing maka diharapkan guru dapat memilih dan menentukan macam-macam media sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik materi pelajaran. Agar pemilihan dan penentuan media tersebut bisa efektif, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:
1. Obyektifitas.
Dalam memilih media perlu meminta saran atau pendapat dari teman sejawat, bukan
berdasar kesenangan pribadi guru.
2. Program pembelajaran
Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program pembelajaran atau sesuai
dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
3. Sasaran program
Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses pembelajaran, pada usia
tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu pula.
4. Situasi dan kondisi
Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah atau kelas (
ukuran ruangan, bangku, ventilasi dll ) dan situasi kondisi siswa ( jumlah siswa,
motivasi, dll )
5. Kualitas teknik.
Kualiats teknik ini berkaitan kualitas gambar, rekaman audio maupun visual suara,
atau alat Bantu lainnya.
6. Efektifitas dan efisiensi penggunaan.
Keefektifan menyangkut penyerapan informasi yang optimal oleh siswa, sedangkan
efisiensi berkaitan dengan pengeluaran tenaga, waktu dan biaya seberapa mampu
mencapai tujuan yang optimal.
Media pembelajaran memiliki ragam dan bentuk yang bermacam-macam, namun berdasarkan perkembangannya, media dapat digolongkan menjadi: ( Suhanaji dan Waspodo, 2003 : 170 )
1. Media yang bersifat umum dan tradisional.
Contohnya: papan tulis, buku teks, majalah, buku rujukan dan lain lain.
2. Media yang bersifat canggih.
Contohnya: radio, TV, VCD, tape recorder, OHP, LCD, dan lain lain.
3. Media yang bersifat inovatif.
Contohnya: komputer, internet, permesinan yang memungkinkan belajar mandiri.
Sedangkan jenis-jenis media bisa dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat pengajaran.
Contohnya: papan tulis, papan pamer, mesin pengganda.
2. Media cetak.
Contohnya: Buku, majalah, surat kabar, jurnal, bulletin, pamflet dan lain-lain
3. Media visual.
Contohnya: Transfaransi, slide, film strip, grafik, chart, model dan realia, gambar,
foto, peta, globe dan lain-lain.
4. Media audio.
Contohnya: Tape recorder, pita suara, piringan hitam dan lain-lain
5. Media audio-visual
Contohnya: Televisi, VCD, film suara.
6. Masyarakat sebagai sumber belajar.
Contohnya: Nara sumber, tokoh masyarakat, dinamika kehidupan dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam tulisan di depan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS Sekolah Dasar, guru perlu aktif, kreatif dan selektif dalam menerapkan model-model pembelajaran serta pendekatannya.
2. Dalam memilih dan memanfaatkan media belajar perlu disesuaikan dengan karakteristik bahan belajar yang akan disampaikan.
3. Penyampaian materi belajar dengan menerapkan metode belajar yang bervariasi akan mendorong motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga tujuan bisa tercapai lebih efektif dan efisien.
4. Pemanfataan media pembelajaran perlu dipertimbangankan secara obyektif dengan mendasarkan pada sarana dan prasarana yang ada.
B. Saran-saran.
Beberapa saran yang bisa disampaikan dalam tulisan ini antara lain:
1. Dalam upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS guru Sekolah Dasar hendaknya menerapkan model-model pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan.
2. Metode belajar yang bermacam-macam ragamnya perlu dimanfaatkan oleh guru Sekolah Dasar secara bervariasi dan inovatif untuk mendorong motivasi siswa dan kemampuannya yang berbeda-beda.
3. Guru IPS di Sekolah Dasar hendaknya berkreasi dalam memanfaatkan media pembelajaran yang mampu menunjang efektifitas kegiatan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis, W. 1997. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Buku Pegangan
Untuk Program D-II PGSD. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jarolimek, J. 1993. Social Studies in Elementary Education. New York: Mac Millan
Publishing Co Ltd.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2006. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Depdiknas.
Muslimin Ibrahim. 2007. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Efektif, Kreatif dan Menye-
nangkan. Surabaya: Lokakarya di PGSD FIP Unesa.
Nu’man Somantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Schuncke. GM. 1988. Elementary Social Studies. Knowing, Doing, Caring. New York:
Macmillan Publishing
Slamawi, 1995/1996. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Ditjen Dikti
Suhanaji dan Waspodo Tjipto Subroto. 2003. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Surabaya: Insan Cendikia.
TIM UNESA. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: University Press
Unesa.
Waspodo Tjipto Subroto dan Suhananji. 2005. Pengetahuan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial.
( Geografi, Sejarah, Ekonomi, Politik, Sosiologi dan Antropologi ). Surabaya:
Insan Cendikia.
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pelaksanaan proses pembelajaran dari berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri peserta didik, baik potensi dalam aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik.
Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Sekolah Dasar ( SD ) sampai Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) berusaha memberikan wawasan secara komprehensif tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Berbagai tradisi dalam ilmu sosial, termasuk konsep, teori, fakta, struktur, metode dan penanaman nilai-nilai dalam ilmu sosial perlu dikemas secara pedagogis, integratif dan komunikatif serta relevan dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP, 2006 ) menegaskan bahwa melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi Warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Fenomena kehidupan global di masa mendatang yang penuh dengan tantangan, menuntut mata pelajaran IPS untuk dirancang bisa mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar perlu disusun secara sistimatis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan bermasayarakat. Pendekatan tersebut diharapkan mampu membina siswa agar menjadi warga negara Indonesia yang bertanggung jawab dan warga dunia yang efektif, dalam masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Untuk itu, pembelajaran IPS perlu dirancang untuk membangun dan merefleksikan kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu berubah dan berkembang secara terus menerus.
Menurut KTSP (2006), Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkung-
annya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan.
4.Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk dan ditingkat lokal, nasional dan global.
Jarolimek ( 1993 : 8 ) mengharapkan bahwa Pendidikan Pengetahuan Sosial hendaknya mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan pengertian ( knowledge and understanding ), aspek sikap dan nilai ( attitude and value ) serta aspek keterampilan ( skill ) pada diri siswa. Aspek pengetahuan dan pengertian berkaitan dengan pemberian bekal pengetahuan dan pemahaman siswa tentang dunia dan kehidupan masyarakat di sekitarnya, aspek sikap berkaitan dengan pemberian bekal mengenai dasar-dasar etika dan norma yang nantinya menjadi orientasi nilai dalam kehidupanannya di masyarakat. Sedangkan aspek keterampilan meliputi keterampilan sosial ( social skill ) dan keterampilan intektual ( intellectual skill ) agar siswa tanggap terhadap permasalahan sosial di sekitarnya dan mampu bekerjasama dengan orang lain dalam kehiduapn sehari-hari.
Sedangkan menurut Schuncke ( 1988 : 8-9 ) sekolah merupakan wahana yang sangat penting dalam pendidikan nilai dan norma serta perilaku yang demokratis. Penanaman nilai dan norma serta perilaku demokratis secara normatif merupakan tanggung jawab seluruh guru di suatu sekolah. Namun secara legal-akademik tanggung jawab tersebut ada pada guru mata pelajaran Pendidkan Kewarganegaraan maupun Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena itu, kajian pengembangan nilai dan norma serta sosialisasi perilaku demokratis perlu dikembangkan secara kreatif dalam proses pembelajaran PKn dan IPS
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa ( Student centered ) agar siswa terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi secara aktif perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan agar kualitas proses pembelajaran IPS lebih memadai.
II. Permasalahan.
Dari uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1..Bagaimanakah pengembangan model-model pembelajaran IPS yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan ?
2. Bagaimanakah pendekatan pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
3..Bagaimanakah metode-metode pembelajaran IPS yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan ?
4. Bagaimanakah media-media pembelajaran IPS yang mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di Sekolah Dasar ?
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR
Proses pembelajaran di Sekolah Dasar merupakan tahapan pembelajaran yang mendasar bagi seorang anak, karena menjadi dasar bagi tahapan pembelajaran lanjutan seperti SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Maka pada tahapan dasar tersebut menuntut profesionalisme dan keterampilan guru yang berkualitas sesuai dengan tuntutan profesi. Kualitas dan profesionalisme ini amat ditentukan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru Sekolah Dasar.
A. Model-Model Pembelajaran IPS
Untuk menumbuhkan motivasi dan partisipasi siswa perlu dikembangkan model-model pembelajaran IPS yang kreatif dan inovatif seperti: Pengajaran langsung ( direct intruction ), Pembelajaran Kooperatif ( cooperative learning ), Pengajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Base Instruction ), dan Belajar Melalui Penemuan ( inkuiri ).
1. Model Pengajaran Langsung ( Direct Instruction ).
Model pengajaran langsung banyak diilhami oleh teori belajar sosial yang sering disebut belajar melalui observasi. John Dolard dan Albert Bandura meyakini bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Dasar pemikiran model pengajaran langsung ini adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut maka yang perlu dihindari adalah penyampaian pengetahuan yang terlalu kompleks.
Secara umum, pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif itu adalah pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Dalam menerapkan pengajaran langsung, pengetahuan yang disampaikan kepada siswa perlu disederhanakan, baik pengetahuan deklaratif maupun prosedural.
2. Model Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning )
Menurut John Dewey, kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Maka kegiatan di kelas perlu memberi pengalaman kepada siswa untuk bekerja secara berkelompok. Gordon Alport mengingatkan bahwa kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil yang lebih baik. Setting kelas dalam pembelajaran kooperatif, perlu memenuhi 3 kondisi, yaitu: (a) adanya kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, (c) adanya persetujuan antar anggota kelompok tentang setting kelas tersebut.
Model pembelajaran kooperatif ini cukup penting karena siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan temannya. Anggota kelompok yang lebih mampu dapat menolong temannya yang kurang mampu. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Dan yang lebih penting semua anggota kelompok dapat bersosialisasi dengan anggota kelompok lainnya sehingga hal ini akan melatih keterampilan sosial siswa dalam bermasyarakat.
3. Model Pengajaran Berdasar Masalah ( Problem Base Instruction )
Model pengajaran berdasarkan masalah ini mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa masalah autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Sedangkan ciri khusus dalam model ini yaitu adanya pengajuan pertanyaan dan masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya, dan adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat secara langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sedangkan masalah akademik adalah masalah yang muncul akibat pengaruh dari suatu masalah sehingga memunculkan masalah lainnya. Misalnya bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga-harga bahan-bahan pokok?.
Model pembelajaran ini lebih sesuai untuk siswa kelas tinggi atau siswa yang latar belakang pengetahuannya sudah memadai.
4. Model Belajar Melalui Penemuan ( Inkuiri )
Pembelajaran penemuan merupakan suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan memberi keyakinan bahwa pembelajaran akan terjadi melalui penemuan pribadi. Bruner yang mempelopori model pembelajaran penemuan ini meyakini bahwa model penemuan ini akan merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan sehingga menemukan sesuatu. Misalnya guru menyajikan topik kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa yang memancing pro-kontra atau konflik kognitif, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu siswa terpancing.
Model pembelajaran penemuan lebih cocok untuk menanamkan konsep-konsep yang dapat ditemukan melalui percobaan dan penyelidikan.
B. Pendekatan dalam Pembelajaran IPS
Pendekatan pembelajaran merupakan landasan sikap dan persepsi guru tentang bagaimana kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan. Landasan sikap dan persepsi guru ini akan menjadi dasar bagi tindakan guru dalam melaksanakan aktifitas proses pembelajaran.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS yang bisa menjadi landasan sikap dan persepsi tersebut, sebagai berikut:
1. Pendekatan lingkungan
2. Pendekatan konsep
3. Pendekatan inkuiri
4. Pendekatan keterampilan proses
5. Pendekatan pemecahan masalah
6. Pendekatan induktif-deduktif
7. Pendekatan nilai
8. Pendekatan komunikatif
9. Pendekatan kesejarahan
10. Pendekatan tematik
Dalam pendekatan lingkungan, IPS sebagai mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk bermasyarakat, perlu memperhatikan lingkungan sebagai topik kajian, baik lingkungan sosial budaya maupun lingkungan fisik. Pendekatan ini bisa diawali dari lingkungan siswa yang paling dekat yaitu keluarga, untuk menanamkan nilai moral dan aktifitas bermasyarakat. Guru perlu mencermati lingkungan sebagai aspek yang berperan dalam membentuk perilaku siswa, seperti: lingkungan kauman, lingkungan perdagangan, lingkungan pertanian dsb.
Pendekatan konsep menekankan bahwa pemahaman konsep sangat mempengaruhi perilaku siswa. Konsep tentang keadilan, kesejahteraan, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab, dsb. merupakan konsep-konsep yang harus dipahami siswa, bukan sekedar diketahui atau dihafalkan. Pemahaman ini akan membimbing siswa untuk bisa menghayati yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam perilaku sehari-hari.
Pendekatan inkuiri, diawali dengan suatu pertanyaan atau permasalahan yang mengajak siswa untuk ikut berfikir dalam memecahkan permasalahan. Dalam proses inkuiri, akan tumbuh dan berkembang secara spontan rasa ingin tahu dan berpartisipasi dalam pemecahan masalah melalui tanya jawab yang didesain oleh guru. Dalam kegiatan berinkuiri bisa menghasilkan suatu gagasan, ide, solusi, atau menemukan sesuatu yang dicarinya.
Pendekatan keterampilan proses, bertujuan menumbuhkan keterampilan yan berkaitan dengan sutu proses tertentu yang perlu dilatihkan. Menanamkan perilaku tertentu biasanya perlu dilatih dan dibiasakan sehingga nanti akan muncul perilaku yang diharapkan dalam bermasyarakat. Keterampilan proses bisa dimulai dari mencari informasi sampai nanti bisa menginformasikannya. Sumber-sumber menumbuhkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPS antara lain peta, globe, gambar atau foto, grafik, diagram dsb.
Pendekatan pemecahan masalah, akan mengenalkan siswa pada masalah-masalah dalam kehidupan di masyarakat. Misalnya masalah lingkungan hidup yang tidak bersih, tata tertib di sekolah yang belum dipatuhi, masalah narkoba, kenakalan remaja, kemiskinan dan sebagainya, bisa kenalkan pada siswa dan untuk mengungkap bagaimana respon siswa terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Pendekatan induktif , diawali dari mengemukakan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam masyarakat berikut fakta dan datanya. Guru dapat mengangkat contoh-contoh kongkrit, dan kenyataan yang ada di dalam masyarakat, kemudian ditarik generalisasinya dari fakta dan data tersebut menjadi sebuah konsep. Misalnya tentang kemiskinan, korupsi, lapangan pekerjaan, kesejahtaraan dsb.
Pendekatan deduktif, diawali dari konsep-konsep yang telah dipahami oleh siswa kemudian dicarikan contoh-contoh fakta dan data pendukungnya di masyarakat. Pendekatan induktif dan deduktif menjadi saling menunjang untuk menanamkan konsep pada siswa. Untuk siswa Sekolah Dasar, pembelajaran bisa dimulai dari yang kongkrit menuju abstrak, dari yang sederhana menuju kompleks, dari yang mudah menuju sulit dan dari yang dekat menuju ke yang jauh.
Pendekatan nilai, dikembangkan untuk menumbuhkan sikap dan toleransi siswa dalam berperilaku dimasyarakat, menumbuhkan kepekaan dan rasa tanggung jawab sosial dengan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan sosial. Sikap demokratis dan semangat bekerjasama maupun berkompetisi perlu ditumbuhkan sejak dini.
Pendekatan komunikatif, mengutamakan efektifitas komunikasi guru dan siswa. Pendekatan ini memperhatikan tingkat kematangan kognitif siswa dan sekuensial materi atau istilah bahasa yang digunakan guru adalah bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Bahasa dan istilah-istilah yang digunakan guru haruslah dimengerti dan dipahami sehingga tidak terjadi miskonsepsi atau salah pengertian.
Pendekatan kesejarahan, mengungkap peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan contoh ( baik maupun tidak baik ) bagi siswa, sehingga siswa bisa mengambil makna dan hikmahnya dari peristiwa masa lalu tersebut. Belajar dari nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan maupun peristiwa-peristiwa lain dimasa lalu perlu dikembangkan untuk menjadi contoh pengalaman dan pedoman bagi masa mendatang.
Pendekatan tematik, dikembangkan untuk memberikan wawasan siswa yang komprehensif terhadap tema yang ditampilkan. Misalnya tema lingkungan hidup, hasil pembangunan, demokratisasi dan sebagai bisa dikembangkan pada pemahaman siswa yang lebih komprehensif.
Pendekatan-pendekatan tersebut bisa dipilih dan diterapkan guru dengan pengemasan rencana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan ( PAIKEM ). Hal ini sesuai dengan UUSPN No. 20 / 2003 yang mengisaratkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruaang yang cukup bagi prakasa, kreatifitas dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Paradigma pembelajaran konvensioanl yang selama ini dilaksanakan perlu dirubah dengan model pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif ini perlu diterapkan, karena:
1. Jumlah informasi dan salurannya semakin banyak.
2. Tidak semua potensi siswa bisa dikembangkan dengan satu cara saja.
3. Orientasi target materi pembalajaran hanya untuk jangka pendek.
4. Proses pembelajaran seharusnya berangkat dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
C. Metode Pembelajaran IPS
Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang cukup berperanan selain komponen-komponen yang lain. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas tentu akan mempertimbangkan penerapan metode sesuai dengan karakteristik topik kajian dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Metode adalah cara atau teknik yang dianggap efisien dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran kepada siswa. Oleh karena itu, hendaknya guru mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun metode yang sempurna dan efektif serta efisien untuk semua topik kajian. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu dalam setiap proses pembelajaran IPS diperlukan penerapan metode yang bervariasi.
Macam-macam metode pembelajaran dalam IPS menurut Azis Wahab ( 1997 : 186 ) antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab.
3. Metode diskusi
4. Metode simulasi
5. Metode penugasan
6. Metode permainan ( game )
7. Metode cerita
8. Metode karya wisata atau studi lapangan
9. Metode sosio drama
10.Metode bermain peran ( role playing )
11. Metode pameran ( eksposisi )
12. Metode proyek
Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran perlu mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik topik kajian yang akan disampaikan.
2. Ditunjang oleh sarana dan prasarana yang ada.
3. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.
D. Media dalam pembelajaran IPS
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing maka diharapkan guru dapat memilih dan menentukan macam-macam media sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik materi pelajaran. Agar pemilihan dan penentuan media tersebut bisa efektif, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:
1. Obyektifitas.
Dalam memilih media perlu meminta saran atau pendapat dari teman sejawat, bukan
berdasar kesenangan pribadi guru.
2. Program pembelajaran
Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program pembelajaran atau sesuai
dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
3. Sasaran program
Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses pembelajaran, pada usia
tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu pula.
4. Situasi dan kondisi
Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah atau kelas (
ukuran ruangan, bangku, ventilasi dll ) dan situasi kondisi siswa ( jumlah siswa,
motivasi, dll )
5. Kualitas teknik.
Kualiats teknik ini berkaitan kualitas gambar, rekaman audio maupun visual suara,
atau alat Bantu lainnya.
6. Efektifitas dan efisiensi penggunaan.
Keefektifan menyangkut penyerapan informasi yang optimal oleh siswa, sedangkan
efisiensi berkaitan dengan pengeluaran tenaga, waktu dan biaya seberapa mampu
mencapai tujuan yang optimal.
Media pembelajaran memiliki ragam dan bentuk yang bermacam-macam, namun berdasarkan perkembangannya, media dapat digolongkan menjadi: ( Suhanaji dan Waspodo, 2003 : 170 )
1. Media yang bersifat umum dan tradisional.
Contohnya: papan tulis, buku teks, majalah, buku rujukan dan lain lain.
2. Media yang bersifat canggih.
Contohnya: radio, TV, VCD, tape recorder, OHP, LCD, dan lain lain.
3. Media yang bersifat inovatif.
Contohnya: komputer, internet, permesinan yang memungkinkan belajar mandiri.
Sedangkan jenis-jenis media bisa dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat pengajaran.
Contohnya: papan tulis, papan pamer, mesin pengganda.
2. Media cetak.
Contohnya: Buku, majalah, surat kabar, jurnal, bulletin, pamflet dan lain-lain
3. Media visual.
Contohnya: Transfaransi, slide, film strip, grafik, chart, model dan realia, gambar,
foto, peta, globe dan lain-lain.
4. Media audio.
Contohnya: Tape recorder, pita suara, piringan hitam dan lain-lain
5. Media audio-visual
Contohnya: Televisi, VCD, film suara.
6. Masyarakat sebagai sumber belajar.
Contohnya: Nara sumber, tokoh masyarakat, dinamika kehidupan dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam tulisan di depan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS Sekolah Dasar, guru perlu aktif, kreatif dan selektif dalam menerapkan model-model pembelajaran serta pendekatannya.
2. Dalam memilih dan memanfaatkan media belajar perlu disesuaikan dengan karakteristik bahan belajar yang akan disampaikan.
3. Penyampaian materi belajar dengan menerapkan metode belajar yang bervariasi akan mendorong motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga tujuan bisa tercapai lebih efektif dan efisien.
4. Pemanfataan media pembelajaran perlu dipertimbangankan secara obyektif dengan mendasarkan pada sarana dan prasarana yang ada.
B. Saran-saran.
Beberapa saran yang bisa disampaikan dalam tulisan ini antara lain:
1. Dalam upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS guru Sekolah Dasar hendaknya menerapkan model-model pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan.
2. Metode belajar yang bermacam-macam ragamnya perlu dimanfaatkan oleh guru Sekolah Dasar secara bervariasi dan inovatif untuk mendorong motivasi siswa dan kemampuannya yang berbeda-beda.
3. Guru IPS di Sekolah Dasar hendaknya berkreasi dalam memanfaatkan media pembelajaran yang mampu menunjang efektifitas kegiatan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis, W. 1997. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Buku Pegangan
Untuk Program D-II PGSD. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jarolimek, J. 1993. Social Studies in Elementary Education. New York: Mac Millan
Publishing Co Ltd.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2006. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Depdiknas.
Muslimin Ibrahim. 2007. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Efektif, Kreatif dan Menye-
nangkan. Surabaya: Lokakarya di PGSD FIP Unesa.
Nu’man Somantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Schuncke. GM. 1988. Elementary Social Studies. Knowing, Doing, Caring. New York:
Macmillan Publishing
Slamawi, 1995/1996. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Ditjen Dikti
Suhanaji dan Waspodo Tjipto Subroto. 2003. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Surabaya: Insan Cendikia.
TIM UNESA. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: University Press
Unesa.
Waspodo Tjipto Subroto dan Suhananji. 2005. Pengetahuan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial.
( Geografi, Sejarah, Ekonomi, Politik, Sosiologi dan Antropologi ). Surabaya:
Insan Cendikia.
Penutup
Dalam upaya peningkatan peran guru yang professional, seorang guru perlu memahami bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran untuk menunjang penerapan metode pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan belajar yang akan disampaikannya.
Peran media pembelajaran, sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran, serta pengembangan media dalam proses pembelajaran.
Peran media pembelajaran, sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran, serta pengembangan media dalam proses pembelajaran.
Jenis-jenis Media Pembelajaran
A. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Pengelompokan berbagai jenis media dilihat dari segi perkembangan teknologi, menurut Seels & Glasgow (1990) dibagi ke dalam dua kategori, yaitu media tradisionil dan media teknologi mutakhir.
1. Media Tradisionil
a. Visual diam yang diprayeksikan
-proyeksi opaque (tak tembus pandang)
-proyeksi overhead
-slides
-filmstrips
b. Visual yang tak diproyeksikan
-gambar, poster
-foto
-chart, grafik, diagram
-pameran, papan info, papan tempel
c. Audio
-rekaman piringan
-pita kaset
d. Penyajian multimedia
-slide plus suara
-multi image
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
-film
-televisi
-video
f. Cetak
-buku teks
-modul, teks terprogram
-workbook
-majalah ilmiah
-handout
g. Permainan
-teka-teki
-simulasi
-permainan papan
h. Realia
-model
-specimen (contoh)
-manipulatif (peta, boneka)
2. Media teknologi Mutakhir
a. Media berbasis telekomunikasi
-telekonferen
-kuliah jarak jauh
b. Media berbasis mikroprosesor
-computer assisted instruction
-permainan computer
-sistem tutor intelijen
-interaktif
-hypermedia
-compact (video) disc
B. Kriteria-Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pengembangan media harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan. Pemilihan media sebaiknya tidak lepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Menurut Dick dan Carey (1978) ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan media pembelajaran, yaitu:
1. Ketersediaan sumber setempat, artinya bila media tidak terdapat pada sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri.
2. Ketersediaan dana untuk membeli atau memproduksi sendiri, artinya apabila membeli atau memproduksi sendiri, apakah ada dana, tenaga dan fasilitasnya?.
3. Keluwesan dan kepraktisan serta ketahanan media, artinya media bisa digunakan dimanapun, dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan.
4. Efektifitas biaya dalam jangkauan waktu. Ada jenis media yang biaya produksinya mahal, namun pemanfaatannya stabil dalam jangka panjang. Misalnya film bingkai, transparan OHP, media ini lebih tahan lama dalam pemakainannya, bila dibanding brosur yang setiap kali sering merubah materi sehingga biaya pembuatannya lebih mahal.
Selain itu, pertimbangan dalam pemilihan media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: (Nana, 2009:4)
1. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran.
2. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran
3. Kemudahan dalam memperoleh media
4. Keterampilan guru dalam menggunakannya
5. Tersedia waktu untuk menggunakannya
6. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.
Dengan kriteria di atas, guru dapat dengan mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Pada dasarnya kehadiran media bermaksud untuk mempermudah tugas guru, bukan sebaliknya, karena apabila dipaksakan justru mempersulit tugas guru dalam menyampaikan pesan pada proses pembelajaran.
C. Pengembangan Media Pembelajaran
Dalam merencanakan pengembangan media pembelajaran, seorang guru perlu mem-perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan dan karaktersitik siswa
2. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
3. Materi pembelajaran yang akan disampaikan
4. Alat pengukur keberhasilan belajar siswa
Yang dimaksud kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran adalah kesenjangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang kita inginkan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa sekarang.
Sedangkan tujuan dalam proses pembelajaran akan memberi arah dan pedoman serta tindakan dalam melakukan aktifitas proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus terencana dengan jelas sehingga bisa menjadi panduan aktifitas dalam mencapainya. Untuk dapat mengembangkan materi pelajaran yang mendukung pencapaian tujuan maka tujuan yang telah dirumuskan harus di analisis lebih lanjut.
Materi pembelajaran harus dikembangkan dari tujuan pembelajaran yang telah di analisis sesuai dengan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran perlu direncanakan alat pengukur keberhasilan yang telah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Alat pengukur keberhasilan siswa perlu dirancang secara seksama dengan validitas yang telah teruji dan meliputi kemampuan yang komprehensif.
Pengelompokan berbagai jenis media dilihat dari segi perkembangan teknologi, menurut Seels & Glasgow (1990) dibagi ke dalam dua kategori, yaitu media tradisionil dan media teknologi mutakhir.
1. Media Tradisionil
a. Visual diam yang diprayeksikan
-proyeksi opaque (tak tembus pandang)
-proyeksi overhead
-slides
-filmstrips
b. Visual yang tak diproyeksikan
-gambar, poster
-foto
-chart, grafik, diagram
-pameran, papan info, papan tempel
c. Audio
-rekaman piringan
-pita kaset
d. Penyajian multimedia
-slide plus suara
-multi image
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
-film
-televisi
-video
f. Cetak
-buku teks
-modul, teks terprogram
-workbook
-majalah ilmiah
-handout
g. Permainan
-teka-teki
-simulasi
-permainan papan
h. Realia
-model
-specimen (contoh)
-manipulatif (peta, boneka)
2. Media teknologi Mutakhir
a. Media berbasis telekomunikasi
-telekonferen
-kuliah jarak jauh
b. Media berbasis mikroprosesor
-computer assisted instruction
-permainan computer
-sistem tutor intelijen
-interaktif
-hypermedia
-compact (video) disc
B. Kriteria-Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pengembangan media harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan. Pemilihan media sebaiknya tidak lepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Menurut Dick dan Carey (1978) ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan media pembelajaran, yaitu:
1. Ketersediaan sumber setempat, artinya bila media tidak terdapat pada sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri.
2. Ketersediaan dana untuk membeli atau memproduksi sendiri, artinya apabila membeli atau memproduksi sendiri, apakah ada dana, tenaga dan fasilitasnya?.
3. Keluwesan dan kepraktisan serta ketahanan media, artinya media bisa digunakan dimanapun, dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan.
4. Efektifitas biaya dalam jangkauan waktu. Ada jenis media yang biaya produksinya mahal, namun pemanfaatannya stabil dalam jangka panjang. Misalnya film bingkai, transparan OHP, media ini lebih tahan lama dalam pemakainannya, bila dibanding brosur yang setiap kali sering merubah materi sehingga biaya pembuatannya lebih mahal.
Selain itu, pertimbangan dalam pemilihan media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: (Nana, 2009:4)
1. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran.
2. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran
3. Kemudahan dalam memperoleh media
4. Keterampilan guru dalam menggunakannya
5. Tersedia waktu untuk menggunakannya
6. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.
Dengan kriteria di atas, guru dapat dengan mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Pada dasarnya kehadiran media bermaksud untuk mempermudah tugas guru, bukan sebaliknya, karena apabila dipaksakan justru mempersulit tugas guru dalam menyampaikan pesan pada proses pembelajaran.
C. Pengembangan Media Pembelajaran
Dalam merencanakan pengembangan media pembelajaran, seorang guru perlu mem-perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan dan karaktersitik siswa
2. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
3. Materi pembelajaran yang akan disampaikan
4. Alat pengukur keberhasilan belajar siswa
Yang dimaksud kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran adalah kesenjangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang kita inginkan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa sekarang.
Sedangkan tujuan dalam proses pembelajaran akan memberi arah dan pedoman serta tindakan dalam melakukan aktifitas proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus terencana dengan jelas sehingga bisa menjadi panduan aktifitas dalam mencapainya. Untuk dapat mengembangkan materi pelajaran yang mendukung pencapaian tujuan maka tujuan yang telah dirumuskan harus di analisis lebih lanjut.
Materi pembelajaran harus dikembangkan dari tujuan pembelajaran yang telah di analisis sesuai dengan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran perlu direncanakan alat pengukur keberhasilan yang telah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Alat pengukur keberhasilan siswa perlu dirancang secara seksama dengan validitas yang telah teruji dan meliputi kemampuan yang komprehensif.
Manfaat Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai ‘perantara’ atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi bahan belajar). Sedangkan Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran.
A. Landasan Teori Penggunaan Media
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara antara pengalaman baru dengan pengamalam yang pernah di alami sebelumnya. Menurut Bruner (1966:10) ada tiga tingkatanutama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengamalan abstrak (symbolic). Pengamalan langsung adalah mengerjakan, sedangkan tingkatan kedua diberi label iconic, artinya gambar atau image. Pengalaman bisa didapat dari melihat gambar, foto atau film. Meskipun siswa belum mengalami secara langsung dengan melihat gambar, foto atau film bisa mengefektifkan pemahaman siswa tentang apa yang dilihat dalam gambar atau film. Pada tingkatan simbolik, siswa bisa mencocokkan image dan mental dengan simbol yang diterimanya. Ketiga tingkat pengalaman tersebut saling berinteraksi untuk memperoleh pengalaman (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru.
Hasil belajar siswa sering di awali dari pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambang verbal (abstrak). Namun bukan berarti semua proses pembelajaran harus di mulai dari pengalaman langsung, tetapi bisa di mulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa dengan memperhatikan situasi belajar siswa. Pengalaman langsung akan memberi kesan paling utuh dan paling bermakna tentang informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman tersebut, sebab pengalaman tersebut melibatkan indera penglihatan, pendenagaran, perasaan, penciuman dan peraba. Dengan learning by doing, keikut-sertaan siswa secara langsung (misalnya menyiapkan masakan, melakukan percobaan di laboratorium, menggunakan perabot rumah tangga) akan membuat pembelajaran bisa lebih bermakna (meaningfully).
Sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan, media dapat mengatasi perbedaan gaya belajar siswa, minat, inteligensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau jarak geografis, jarak waktu dan lain-lainnya. Namun demikian, media sebagai alat dan sumber belajar tidak dapat menggantikan peran guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru tidak akan berfungsi secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kehadiran guru masih tetap diperlukan untuk memberi bantuan pada siswa, seperti apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya serta hasil belajar apa yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum, media pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b. Obyek yang kecil bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun secara verbal.
e. Obyek yang terlalu kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar, video, dll.
3. Mengatasi sikap pasif siswa. Media pembelajaran bisa berperan:
a. Menimbulkan kegairahan belajar siswa
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya
4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang berbeda, akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan siswa. Dengan media, kesulitan tersebut bisa di atasi dengan cara:
a. Memberikan perangsang yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan pesepsi yang sama
Selain itu, pemanfaatan media pengajaran bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa media mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran ? Karena, sebagai barikut:
1. Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa
2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas dan bermakna sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran yang lebih baik
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, bukan hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kecakepan dalam mengajar.
4. Siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
5. Taraf berfikir siswa akan meningkat sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yang dimulai dari berfikir kongkret menuju ke abstrak, di mulai dari taraf berfikir sederhana menuju berfikir kompleks. Misalnya penggunaan peta dan globe dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada dasarnya merupakan penyederhaan dan pengkongkretan dari konsep geografi, sehingga bumi ini dapat dipelajari dengan wujud yang jelas.
Beberapa hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa (Nana, 2007) penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menyarankan pentingnya penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
C. Karakteristik Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki jenis-jenis dan beraneka macamnya. Untuk meng-efektifkan pemanfaatan media, perlu diusahakan klasifikasi dan pengelompokan berdasarkan maksud dan tujuannya. Pengelompokan media berdasarkan karakteristiknya, menurut Arief (2009) bisa dilihat sebagai berikut:
1. menurut karakteristik ekonomisnya (murah dan mudah didapat),
2. lingkup sasarannya yang dapat diliput, dan
3. kemudahan kontrol pakainya (mudah dimanfaatkan).
Karakteristik juga dapat dilihat dari kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan maupun penciuman. Karakteristik media, menurut Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan situasi belajar tertentu. Karakteristik atau cirri-ciri media pembelajaran merupakan salah satu dasar dalam menentukan strategi pembelajaran.
A. Landasan Teori Penggunaan Media
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara antara pengalaman baru dengan pengamalam yang pernah di alami sebelumnya. Menurut Bruner (1966:10) ada tiga tingkatanutama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengamalan abstrak (symbolic). Pengamalan langsung adalah mengerjakan, sedangkan tingkatan kedua diberi label iconic, artinya gambar atau image. Pengalaman bisa didapat dari melihat gambar, foto atau film. Meskipun siswa belum mengalami secara langsung dengan melihat gambar, foto atau film bisa mengefektifkan pemahaman siswa tentang apa yang dilihat dalam gambar atau film. Pada tingkatan simbolik, siswa bisa mencocokkan image dan mental dengan simbol yang diterimanya. Ketiga tingkat pengalaman tersebut saling berinteraksi untuk memperoleh pengalaman (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru.
Hasil belajar siswa sering di awali dari pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambang verbal (abstrak). Namun bukan berarti semua proses pembelajaran harus di mulai dari pengalaman langsung, tetapi bisa di mulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa dengan memperhatikan situasi belajar siswa. Pengalaman langsung akan memberi kesan paling utuh dan paling bermakna tentang informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman tersebut, sebab pengalaman tersebut melibatkan indera penglihatan, pendenagaran, perasaan, penciuman dan peraba. Dengan learning by doing, keikut-sertaan siswa secara langsung (misalnya menyiapkan masakan, melakukan percobaan di laboratorium, menggunakan perabot rumah tangga) akan membuat pembelajaran bisa lebih bermakna (meaningfully).
Sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan, media dapat mengatasi perbedaan gaya belajar siswa, minat, inteligensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau jarak geografis, jarak waktu dan lain-lainnya. Namun demikian, media sebagai alat dan sumber belajar tidak dapat menggantikan peran guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru tidak akan berfungsi secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kehadiran guru masih tetap diperlukan untuk memberi bantuan pada siswa, seperti apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya serta hasil belajar apa yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum, media pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b. Obyek yang kecil bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun secara verbal.
e. Obyek yang terlalu kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar, video, dll.
3. Mengatasi sikap pasif siswa. Media pembelajaran bisa berperan:
a. Menimbulkan kegairahan belajar siswa
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya
4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang berbeda, akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan siswa. Dengan media, kesulitan tersebut bisa di atasi dengan cara:
a. Memberikan perangsang yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan pesepsi yang sama
Selain itu, pemanfaatan media pengajaran bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa media mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran ? Karena, sebagai barikut:
1. Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa
2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas dan bermakna sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran yang lebih baik
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, bukan hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kecakepan dalam mengajar.
4. Siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
5. Taraf berfikir siswa akan meningkat sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yang dimulai dari berfikir kongkret menuju ke abstrak, di mulai dari taraf berfikir sederhana menuju berfikir kompleks. Misalnya penggunaan peta dan globe dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada dasarnya merupakan penyederhaan dan pengkongkretan dari konsep geografi, sehingga bumi ini dapat dipelajari dengan wujud yang jelas.
Beberapa hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa (Nana, 2007) penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menyarankan pentingnya penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
C. Karakteristik Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki jenis-jenis dan beraneka macamnya. Untuk meng-efektifkan pemanfaatan media, perlu diusahakan klasifikasi dan pengelompokan berdasarkan maksud dan tujuannya. Pengelompokan media berdasarkan karakteristiknya, menurut Arief (2009) bisa dilihat sebagai berikut:
1. menurut karakteristik ekonomisnya (murah dan mudah didapat),
2. lingkup sasarannya yang dapat diliput, dan
3. kemudahan kontrol pakainya (mudah dimanfaatkan).
Karakteristik juga dapat dilihat dari kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan maupun penciuman. Karakteristik media, menurut Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan situasi belajar tertentu. Karakteristik atau cirri-ciri media pembelajaran merupakan salah satu dasar dalam menentukan strategi pembelajaran.
Pendahuluan
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan dalam rangka melaksanakan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan, agar dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada hakekatnya ingin merubah perilaku, intelektual dan moral maupun sosial agar bisa mandiri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru melalui proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru, meliputi: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang menonjol, yakni: metode mengajar dan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran. Media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang harus direncanakan dan diatur oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
Peran media pembelajaran dalam metodologi pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan harapan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sebagai alat bantu pembelajaran, media bisa berperan untuk menunjang penggunaan metode pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru agar penyampaian bahan belajar bisa lebih efektif dan efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi pada kegiatan pembelajaran. Selain menggunakan alat bantu yang murah dan sederhana, guru dituntut untuk mampu menggunakan berbagai media pembelajaran yang canggih dan modern sebagai hasil inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Disamping mampu menggunakan alat-alat bantu pembelajaran yang tersedia di sekolah, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan dalam membuat media pembelajaran yang murah dan sederhana apabila media tersebut belum tersedia di sekolahnya. Untuk itu, menurut Hamalik (1994:6), seorang guru yang professional perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media pembelajaran, yang meliputi:
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses pembelajaran.
2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
3. Seluk beluk kegiatan proses pembelajaran.
4. Hubungan antara metode pembelajaran dengan media pembelajaran.
5. Manfaat media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran.
6. Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran.
7. Berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran.
8. Media pembelajaran dalam setiap karakteristik bahan pembelajaran.
9. Usaha inovasi dalam media pembelajaran.
Dalam upaya peningkatan peran guru yang professional, seorang guru perlu memahami bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran untuk menunjang penerapan metode pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan belajar yang akan disampaikannya.
Peran media pembelajaran, menurut Nana (2007:7) sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran sehingga akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru, meliputi: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang menonjol, yakni: metode mengajar dan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran. Media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang harus direncanakan dan diatur oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
Peran media pembelajaran dalam metodologi pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan harapan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sebagai alat bantu pembelajaran, media bisa berperan untuk menunjang penggunaan metode pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru agar penyampaian bahan belajar bisa lebih efektif dan efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi pada kegiatan pembelajaran. Selain menggunakan alat bantu yang murah dan sederhana, guru dituntut untuk mampu menggunakan berbagai media pembelajaran yang canggih dan modern sebagai hasil inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Disamping mampu menggunakan alat-alat bantu pembelajaran yang tersedia di sekolah, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan dalam membuat media pembelajaran yang murah dan sederhana apabila media tersebut belum tersedia di sekolahnya. Untuk itu, menurut Hamalik (1994:6), seorang guru yang professional perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media pembelajaran, yang meliputi:
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses pembelajaran.
2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
3. Seluk beluk kegiatan proses pembelajaran.
4. Hubungan antara metode pembelajaran dengan media pembelajaran.
5. Manfaat media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran.
6. Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran.
7. Berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran.
8. Media pembelajaran dalam setiap karakteristik bahan pembelajaran.
9. Usaha inovasi dalam media pembelajaran.
Dalam upaya peningkatan peran guru yang professional, seorang guru perlu memahami bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran untuk menunjang penerapan metode pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan belajar yang akan disampaikannya.
Peran media pembelajaran, menurut Nana (2007:7) sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran sehingga akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran bisa meliputi: manfaat media pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, dan kriteria-kriteria pemilihan media dalam proses pembelajaran.
Langganan:
Postingan (Atom)